Bupati Sintang, dr. H. Jarot Winarno, M.Med.PH, menghadiri kegiatan Exit
Meeting Hasil Verifikasi Lapangan Hutan Adat terkait verifikasi lapangan usulan
hutan adat Dayak Seberuang Kampung Ansok (Desa Benua Kencana), Hutan Adat Dayak
Seberuang Kampung Silit (Desa Nanga Pari) dan Hutan Adat Dayak Seberuang Riam
Batu Ketemenggungan Hulu Tempunak (Desa Riam Batu), kegiatan dilaksanakan di
Pendopo Bupati Sintang, pada Kamis 7 Juli 2022.
Dalam arahannya, Bupati Sintang, Jarot Winarno mengatakan bahwa Organisasi
Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang perlu berkolaborasi
dengan Non Government Organization untuk memanfaatkan lahan yang ada.
“saat ini luasan hutan yang masih ada di Kabupaten Sintang adalah 1,2 juta
hektar. Tetapi yang masih utuh adalah 690 ribu hektar. Diluar kawasan hutan
kita masih punya 66 ribu hektar. Itu semua harus kita jaga. Kita sudah punya
Peraturan Daerah Kabupaten Sintang Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pengakuan dan
Perlindungan Kelembagaan Adat dan Masyarakat Hukum Adat. Dengan Perda ini,
masyarakat mengusulkan hutan adat kepada Pemkab Sintang. Saat ini sudah ada 4
hutan adat yang sudah kita akui dengan luasan 116 ribu hektar” terang Bupati
Sintang
“ada Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Pengelolaan Usaha Berbasis Lahan Berkelanjutan. Perusahaan perkebunan
diwajibkan menyisihkan 7 persen untuk menjadi Kawasan Ekosistem Esensial. Dan
hari ini kita melakukan sosialisasi Peraturan Bupati Sintang Nomor 122 Tahun
2021 tentang Pedoman Tata Cara Pengusulan dan Penetapan Pengelolaan
Rimba/Gupung diluar Kawasan Hutan oleh Masyarakat di Kabupaten Sintang” terang
Bupati Sintang
“sebelum ada Perbup ini, sebenarnya sudah ada inisiatif dari desa untuk
membuat hutan desa seperti di Sepulut dan sebagainya. Masyarakat ingin menjaga
hutan, tetapi tidak tahu untuk apa. Tetapi masyarakat Desa Ensaid Panjang,
ingin menjaga hutanya agar bisa mendapatkan pewarna alam untuk membuat tenun.
Saat ini tumbuh petani sawit mandiri yang berusaha mengekspansi sawitnya karena
harga sawit tinggi” terang Bupati Sintang.
“kopi di Ansok juga luar biasa dan enak. Saya sudah mencoba kopi dan teh
yang ditanam di Sintang. Rasanya enak. Area perkebunan cukup 200 ribu hektar,
sisanya untuk masyarakat. Semoga dengan adanya Perbup ini membawa tanda baik
dalam pengelolaan hutan atau gupung di Kabupaten Simtang. Terima kasih kepada
akademisi dan NGO yang sudah mendukung adanya Perbup ini” terang Bupati
Sintang.
Sementara itu, Regional Facilitator Kalimantan Forest Project di Kabupaten
Sintang, Dessy Ratnasari, menjelaskan bahwa kegiatan ini untuk
mensosialisasikan Peraturan Bupati Sintang nomor 122 tahun 2021, “yang dimana
isinya tentang Pedoman Tata Cara Pengusulan dan Penetapan Pengelolaan
Rimba/Gupung di Luar Kawasan Hutan oleh Masyarakat di Kabupaten Sintang”, jelas
Dessy.
Dessy menambahkan bahwa pelaksanaan penyusunan Peraturan Bupati nomor 122
tahun 2021 memakan waktu hampir 1 tahun, “penyusunan kita mulai sejak Januari
2021 dengan meeting pertama kali dibuka langsung juga oleh bapak Bupati, dan
Perbup 122 tahun 2021 ditandatangani pada tanggal 20 Desember 2021”, ujarnya.
Dessy menjelaskan bahwa penyusunan Peraturan Bupati nomor 122 tahun 2021 merupakan
inisiatif Pemerintah Kabupaten Sintang dalam rangka menjaga tutupan hutan di
luar kawasan hutan di Kabupaten Sintang berdasarkan hasil rapat teknis OPD pada
tanggal 10 November 2020 di Aula BAPPEDA Sintang, “proses penyusunan Peraturan
Bupati ini mendapat dukungan dari Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata
Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan UNDP Indonesia
melalui Kalimantan Forest Project (KalFor), pelaksana penyusunan Peraturan
Bupati melibatkan Universitas Kapuas Sintang bekerjasama dengan Fakultas Hukum
Universitas Tanjungpura Pontianak”, jelasnya.
“Proses penyusunan Peraturan Bupati ini melalui konsultasi meeting para
pihak yang melibatkan OPD teknis Pemerintah Kabupaten Sintang, Pemerintah
Provinsi Kalimantan Barat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, NGO,
akademisi, perusahaan hingga perwakilan masyarakat desa-desa yang memiliki
inisiaif menjaga hutan di luar kawasan hutan di Kabupaten Sintang. Terdapat 10
kali pertemuan konsultasi dalam rentang bulan Januari-Desember 2021, Secara
khusus proses konsultasi juga melibatkan Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi
Kalimantan Barat dan Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Kalimantan Barat, terutama
dalam kaitan dengan kewenangan Pemerintah Kabupaten dalam mengeluarkan Peraturan
Bupati tentang pengelolaan hutan di luar kawasan hutan”, masih kata Dessy
Dessy menambahkan bahwa lamanya waktu yang diperlukan untuk penyusunan
Peraturan Bupati mengingat banyaknya hal yang perlu didiskusikan dan
dikonsultaskan baik secara subtansi isi perbup terkait inisiatif menjaga dan
melestarikan hutan di luar kawasan hutan, “hal ini agar konsutasi hukum dan
produk hukum ini bisa sejalan dengan kewenangan kabupaten dalam mengatur
tutupan lahan di daerah. Dapat dikatakan Peraturan Bupati ini merupakan
Peraturan Bupati pertama di Indonesia yang mengatur pengelolaan hutan di luar
kawasan hutan ooleh masyarakat. Oeh karena itu penyusunan Peraturan Bupati
perlu mencari rujukan yang tepat dan melakukan harmonisasi dengan peraturan
perundang-undangan yan berad diatasnya agar tidak menimbulkan masalah tumpang
tindih aturan”, tambahnya.
“hasil daripada keluaran Perbup ini setelah melalui berbagai konsultasi
maka Perbup ini secara spesifik menggunakan terminologi lokal rimba / gupung,
yang artinya Rimba, tawang dan istilah sejenisnya merupakan hutan alami yang
dijaga kelestariannya oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan
sementara gupung, tembawang dan sejenisnya. merupaka istilah lokal yang merujuk
pada lokasi berhutan yang ditumbuhi pohon buah-buahan, yang dimanfaatkan
masyarakat sekitar dan dijaga kelestariannya secara turun temurun”, tutup
Dessy.
0 Komentar untuk "Ikuti Exit Meeting Hasil Verifikasi Lapangan 3 Hutan Adat, Ini Kata Bupati Sintang"