Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten
Sintang, Yustinus J memimpin sosialisasi peraturan Bupati Sintang nomor 31
tahun 2020 tentang cara pembukaan lahan bagi masyarakat di Kabupaten Sintang,
di Gedung Serbanguna, Kecamatan Tempunak, Kamis (25/6/2020), kepada para Kepala
Desa, BPD, tokoh masyarakat, tokoh adat dan unsur terkait lainnya di Kecamatan
Tempunak.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut dua Anggota DPRD Kabupaten Sintang,
unsur pimpinan OPD di Lingkungan Pemkab Sintang, unsur Forkopimcam Tempunak dan
unsur terkait lainnya.
Dalam kesempatan tersebut, Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan
Sekretariat Daerah Kabupaten Sintang, Yustinus J mengatakan, dengan adanya
sosialisasi perbup nomor 31 tentang cara pembukaan lahan bagi masyarakat di
Kabupaten Sintang, untuk memberikan pemaham kepada para Kepala Desa, BPD, tokoh
masyarakat, tokoh adat dan unsur terkait lainnya di kecamatan agar bisa
membantu pemerintah daerah untuk mensosialisasikan perbup tersebut kepada
masyarakat. Sehingga dalam prosesnya nanti saat masyarakat melakukan pembakaran
lahan dengan cara bakar, tidak bermasalah dengan hukum seperti yang sudah
terjadi sebelumnya.
“perbup ini merupakan payung hukum bagi kita masyarakat yang berladang
dengan cara bakar, agar jangan sampai terjadi lagi permasalahan hukum seperti
yang terjadi beberapa bulan lalu yang dialami masyarakat peladang kita.
Tentunya konseskuensi kita atau peran kades dan aparatur desanya, BPD, tokoh
masyarakat dan tokoh adat bisa membantu mensosialisasi perbup ini di tempatnya
masing-masing baik itu kepada dusun, RT, RW dan kepada masyarakat”kata
Yustinus.
Kenapa pentingnya peran, kades, aparatur desanya, BPD, tokoh masyarakat dan
tokoh adat setempat mensosialisasikan perbup ini, di jelaskan Yustinus, agar
masyarakat dalam melakukan proses berladang sesuai aturan yang sudah diatur
dalam perbup tersebut, meskipun tata caranya itu sudah di ketahui masyarkat,
karena itu sudah menjadi kearifan lokal sejak dulu, namun setidaknya perbup ini
menjadi penguat atau payung hukum agar masyarakat peladang terlindungi jika
terjadi masalah hukum. Di jelaskan Yustinus, dalam perbup tersebut bahwa
pembukaan lahan itu ada dua cara yakni dengan cara tanpa bakar dan membakar
terbatas dan terkendali.
“jadi kalau kita mikir pembukaan lahan tanpa bakar itu bukan tradisi atau
kebiasaan kita, betul. Tapi paling tidak pembukaan lahan tanpa bakar ini
masyarakat kita disilakan memilih, mau tanpa bakar atau membuka lahan membakar
terbatas dan terkendali. Tapi kebiasan kita ialah pembakaran terbatas dan
terkendali. Tetapi bukan berarti pembukaan lahan tanpa bakar itu tidak kita
lakukan, tentu arah kita 20 atau 30 tahun kedepan kita bisa saja mengarah
kepada pembukaan lahan tanpa bakar, karena mungkin saja lahan kita kedepannya
makin habis”ujar Yustinus.
Untuk itulah, kata Yustinus, peran kades dan rt di tempat masing-masing untuk mendata warganya yang akan membuka
lahan, karena sudah tersedia data atau formulir yang harus diisi oleh
masyarakat yang ingin berladang. Sehingga kedepannya jika terjadi sesutau hal,
data itu lah menjadi salah satu pelindung hukum bagi masyarakat. “nah peran
kades, rt, sampaikan ini kepada masyarakat, data masyarakat kita yang akan
berladang, sehingga kalau terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, ini bisa
menjadi salah satu bukti, karena masyarakat yang berlandang sudah didata atau
ada izinnya melalu data yang diisi tersebut”terang Yustinus.
Selain itu, Yustinus juga menjelaskan, ketika sudah musim membakar lahan
baik itu untuk berladang atau untuk pertanian serta perkebunan lainnya, tentun
efek yang di timbulkan pasti adanya bencana kabut asap, karena intensitas
proses pembakaran lahan mungkin cukup tinggi. Oleh sebab itulah, saat itu
pemerintah akan menentukan situasi tanggap darurat. Ketika sudah di tentukan
tanggap darurat terhadap bencana asap oleh pemerintah yaitu selama 14 hari,
maka masyarakat saat itu di minta untuk sementara tidak melakukan proses
pembakaran. Dimana nantinya pemerintah daerah melalui BPBD dan Forkopimcam akan
mensosialisasikan bahwa pemerintah daerah akan menentukan tanggap darurat
bencana asap, seminggu sebelum tanggap darurat itu di tentukan.
“tentu BPBD bersama BMKG dan Dinas Lingkungan Hidup, sudah memprediksi
cuaca kedepan seperti apa, lalu kabut asap dan lainnya itu akan berbahaya, nah
itulah nanti BPBD bersama camat dan unsur lainnya akan mensosilaisasikan sampai
kedesa. Sehingga selama 14 hari tanggap darurat tersebut, tugas dari camat,
kepala desa, dusun sampai ke rt menyampaikan kepada masyarakat untuk sementara
menghentikan proses pembakaran lahan selama tanggap darurat tersebut”terang
Yustinus.
Yustinus juga menyampaikan bahwa pemerintah daerah melalui Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Sintang telah
menginstruksikan kepada desa di bolehkan untung menganggarkan pegadaan
peralatan pemadam kebakaran melalui RAPBDes. Hal itu merupakan bentuk
antisipasi ketika ada kebakaran peralatan tersebut bisa di fungsikan. “selain
itu juga, silakan di bentuk posko-posko relawan pemadam kebakaran di desa-desa
yang melibatkan masyarakat setempat, itu juga salah satu bentuk antisipasi
mengatasi kebakaran hutan dan lahan jika sampai meluas, dan juga pihak desa
harus tetap bersinergi dengan pihak kecamatan”pungkas Yustinus.
Camat Tempunak, Kiyang, juga mengharapkan dan berpesan serta meminta kepada
para kades, BPD untuk membantu pemerintah daerah mensosilisasikan perbup ini
agar masyarakat memahami isi dan tujuan dari perbup tersebut.
“jangan sampai cuman datang rapat gini jak, nanti pulang ke desanya, lalu
tidak di sosialisaikan ke masyarakat. Nanti masyarakat bilang, desa nda
mensosialisasikannya, jangan sampai terjadi seperti itu. Harus di sosialisasi
ini kepada masyarakat”pinta Kiyang.
Selain itu juga, kata Kiyang, pemerintah kecamatan bersama Forkopimcam juga
nantinya akan mensosialisasikan perbup tersebut kedesa-desa, agar tersampaikan
dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat. "Tentunya peran kepala desa,
perangkatnya dan BPD sangat di perlukan yang utama"kata Kiyang.
Sementara itu, Temenggung Adat Tempunak, Florensius Jihin, mengatakan
sangat mendukung adanya Perbup nomor 31 tahun 2020 ini karena sangat sejalan
dengan apa yang sudah di lakukan oleh masyarakat sejak dulu. Terlebih memang
kata dia, masyarakat adat sejak dulu ketika akan membuka lahan pasti ada
pertemuan bersama yang di pimpin kepala kampung. Nah, kepala kampung itulah
menyampaikan kepada masyarakat bahwa membakar ladang itu harus di lakukan
bersama-sama atau di kenal di tengah-tengah masyarakat sistem goyong royong.
“itu adat tradisional kita ya sejak dulu, saya ingat waktu masih kecil, rapat
di pimpin kepala kampung ya, kepala kampung bilang kita mau bakar ladang, maka
kalian hati-hati katanya, kalau membakar itu harus beramai-ramai, dibuat sekat
api 2-3 meter supaya api tidak merembet”cerita Jihin.
Selain itu juga lanjut Jihin bercerita, kepala kampung mengingatkan dalam
proses penanggulangi kebakaran juga ketika musim panas pun di tentukan
waktunya, terlebih jika angin kencang, maka membakar lahan itu di larang pada
siang hari, tapi di sarankan membakarnya di malam hari. “misalnya kalau musim
panas, memang di atur waktu, jadi jam 2, jam 3 siang tu nda boleh bakar, bakar
harus malam hari. Ramai-ramai memang kalau membakar tu, berjejer, jadi kalau
api mau merembet semua sudah siap memadamkannya, jadi bisa terkendali”ceritanya
lagi.
Kemudian juga kata Jihin, masyarakat kala itu juga membuat lobang air, atau
sekarang di sebut embung, itu sebagai salah satu cara menanggulangi kebakaran
ketika musim berladang tiba saat itu. “orang tua dulu, membuat lobang air, di
cari lobang-lobang air tu, sehingga jauh dari merembetnya api, Cuma sekarang
apakah manusia yang lalai atau karena alam, saya juga tidak tahu, karena alam
juga iklim sudah berubah, kemudian juga manusia sudah tidak taat dengan aturan
adat, seperti itulah yang terjadi”ujar Jihin.
Jihin juga sangat setuju jika ada masyarakat yang membakar lahan tidak
patuh terhadap aturan yang sudah di tetapkan harus di tindak, misal membakar
lahan sendiri-sendiri, karena tidak mau melibatkan masyarakat setempat
beramai-ramai saat membakar. tapi kalau yang membakar dia bawa orang ramai,
ikut aturan yang sudah di tentukan oleh ketua adat atau kepala kampung/kepala
desa dulu, ia meminta itu jangan di tindak. “saya setuju kalau yang
membakar lahan sendiri-sendiri di tindak, wajar, kalau ditindak, karena tidak
mau melibatkan masyarakat ramai. Kalau merembet ke lahan atau kebun orangkan,
orang lain rugi juga, dia juga rugi, dulu kalau seperti itu ada hukum
adatnya”tutup Jihin.