Selasa, 03 Maret 2020
Published:
JAKARTA. Bupati Sintang Jarot Winarno menghadiri sekaligus menjadi
pembicara pada forum SDG (Sustainable Development Goals) Talks Vol. 10 yang
mengusung tema "saving our forest beyond forest state; indigenous communities
and climate change", di Greenhouse Coworking Space Multivision Tower
Lantai 25, Kuningan Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2020) siang.
SDG talk merupakan ajang diskusi panel bulanan yang mengundang pembicara
muda yang aktif dalam isu yang menjadi perhatian. Kegiatan ini menyasar anak
muda di Jakarta dan Indonesia untuk meningkatkan kesadaran terhadap isu yang
berkaitan dengan Sustainable Development Goals. Selain itu juga, kegiatan
SDG Vol. 10 ini merupakan kerjasama dengan Kalfor Project UNDP Indonesia.
Hadir juga menjadi pembicara pada kegiatan ini yakni Bandi Apai Janggut
yang kenal sebagai Tuai Rumah Betang Sungai Utik atau dari Komunitas Dayak
Sungai Utik Kab. Kapuas Hulu penerima penghargaan Recipient of UNDP Equator
Prize 2018 dari PBB, Kristiana Banang yang juga dari Komunitas Dayak Sungai
Utik Kab. Kapuas Hulu dan sejumlah pembicara lainnya.
Dalam forum tersebut Bupati Sintang Jarot Winarno menyampaikan bahwa
pemerintah Kabupaten Sintang berkomitmen menyelaraskan kebijakan untuk
melindungi hutan dan lingkungan bagi generasi masa depan melalui pembangunan
yang berkelanjutan yaitu menjaga konservasi lingkungan, kemudian membangun
ekonomi masyarakat dan pembangunan sosial budaya termasuk adat istiadat.
"saya sudah tinggal di hutan rimba kalimantan sudah 34 tahun, jadi
menyaksikan dimana dulu waktu saya jadi dokter tu saya lewat riam-riam tepi
sungai ada monyet-omyet klasi tu masih banyak. Biasa juga kalo saya pake motor
trail itu biasa orang hutan turun nyegat saya, saya biasa bawa kacang apa kan
kasi mereka dulu baru saya bisa lewat. Tapi itu dulu, sekarang habis
semuanya"cerita Jarot.
Masih lanjut Jarot, guna mendukung pelestarian hutan, masyarakat adat dan
komunitas masyarakat yang masih dalam kawasan hutan mengganggap bahwa hutan itu
bapaknya, tanah itu ibunya dan air itu darahnya. Hal itu merupakan prinsip
bahwa hidup dari hutan dan hidup juga dari hasil hutan.
"Masyarakat adat itu hidup dari hasil hutan bukan kayu, kayu pun di
gunakan nda boleh buat bisnis, tapi buat keperluan sendiri bikin rumah atau
bikin apa gitu"jelas Jarot.
Oleh karena itulah menurut Jarot selaku generasi penerus harus memahami
bahwa hutan itu kaya raya sehingga harus di jaga, sehingga kita tidak boleh
mengizinkan orang merusak hutan dan kita juga harus menyerahkan kepada ahlinya
untuk menjaga hutan tersebut yakni masyarakat setempat.
"jadi seperti pak Bandi atau Apai Janggut ni heros atau pahlawan yang
menjaga hutan"ungkap Jarot.
Sama juga halnya kata Jarot, di Kab. Sintang itu masyarakat di Ensaid
Panjang Kec. Kelam permai sangat menjaga hutan karena ada beberapa tumbuhan
yang di gunakan untuk pewarna alami pakaian atau kain tenun hasil tenun
tradisional masyarakat setempat, sehingga hutan itu sangat mereka jaga.
"artinya masyarakat di rumah betang ensaid panjang itu tidak mau merusak
hutannya karena takut sumber pewarna alam ini habis"ujar Jarot.
Tambah Jarot bahwa Sustainable Development Goals atau pembangunan yang
berkelanjutan tidak akan tercapai tanpa melibatkan masyarakat yang paling
bawah. Oleh karena itu Kabupaten Sintang sudah memiliki konsep rencana aksi
daerah Sintang Lestari tahun 2030. "Sehingga perda pengakuan hukum adat
dan lembaga adat kita sudah ada. Kemudian kita uga sudah memilik Peraturan
Bupati (Perbub) tentang cara membuka lahan tidak membakar dan maupun dengan
membakar"tutup Jarot.
Thanks for reading Kalfor Project UNDP Gelar Diskusi, Bupati Sintang Menjadi Narasumber | Labels:
sintang
0 Komentar untuk "Kalfor Project UNDP Gelar Diskusi, Bupati Sintang Menjadi Narasumber"